BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Angka kejadian
eklampsia bervariasi di berbagai negara. Makin maju suatu negara, tambah tinggi
kesaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal care, tambah
rendah angka kejadian eklamsinya.
-
Frekuensi di
negara-negara maju : 0,05
– 0,1%
-
Frekuensi di
negara-negara berkembang :0,3 –
0,7%
-
Malaysia
(1953-1965) – kasus di rumah sakit:
·
Frekuensi di
rumah sakit 1:320
·
Frekuensi
seluruhnya
1:700
Di Indonesia preeklampsia - eklamsia masih merupakan penyebab utama
kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Karena itu, diagnosisi
dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu
(AKI) dan anak.
Preeklampsia - Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil, yang secara
langsung disebabkan oleh kehamilan. Preeklamsia adalah hipertensi disertai
proteinuri dan edema, akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu. Eklamsia
adalah timbulnya kejang pada penderita preeklamsia, yang disusul dengan koma.
Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis.
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu
keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia
mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 %
- 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di
Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian.
Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus
selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.
Sesuai dengan data diatas, untuk
itu kami dari kelompok II tingkat II C dalam makalah ini bertujuan agar pembaca
dapat mengetahui dan memahami tentang Eklampsia, penanganan eklampsia, dan
rujukannya baik secara umum, medis, dan didalam kebidanan komunitas.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut diatas
maka perumusan masalah pada makalah ini diantaranya :
1. Apa
itu eklampsia ?
2. Bagaimana
penanganan eklampsia (umum, medis, komunitas) ?
3. Bagaimana
sistem rujukan dari eklampsia ?
C. MANFAAT
Manfaat yang
diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk memberikan gambaran eklampsia.
2.
Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam
pemahaman tentang eklampsia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EKLAMPSIA
Eklampsia
adalah gangguan yang ditandai dengan terjadinya kejang sebanyak satu kali atau
lebih saat preeklamsi. Telah dilaporkan bahwa angka fatalitas kasusnya adalah
1,8% dan sampai dengan 35 % ibu
mengalami komplikasi mayor. (buku patologi pada kehamilan : manajemen dan
asuhan kebidanan, 2013:36)
Eklampsia
merupakan kelanjutan dari preeklamsia ringan dan berat serta dapat terjadi
antepartum, intrapartum dan pascapartum sekitar 24 jam pertama. Eklampsia
selalu ditandai oleh stadia “impending
eklampsia” (manuaba, 2001:421)
Eklampsia merupakan
kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh
dan koma. (sarwono,edisi keempat, 2010:550)
Disamping
eklamsia, preeklampsi berat harus di
dipertimbangkan secara tepat. Preeklamsia berat. Preeklamsia berat lebih sulit
didefinisikan, tetapi tekanan darah sistolik > 170 mmHg atau tekanan diastolik
>110 mmHg dengan proteinuria >1 g/l adalah definisi yang dapat diterima.
B. MANIFESTASI KLINIK
Pada
penderita preeklampsia, yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau
tanda-tanda yang has, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya
kejang. Tanda dan gejalanya sebagai berikut:
1. Sakit
kepala hebat
2. Gangguan
penglihatan
3. Nyeri
epigastrik
4. Muntah
5. Nyeri
tekan dihati
6. Klonus/hiperrefleksia
7. Trombosit
rendah
8. Papiloedema
9. Fungsi
hati abnormal (ALT [alanine transminase]
atau AST [aspartate transaminase]
> 70 IU/l)
Preeklampsia
berat dan eklampsia dapat terjadi dalam periode kehamilan atau pascapartum.
Sampai dengan 44% kasus eklampsia telah dijelaskan terjadi di masa postnatal
(sampai dengan empat minggu). Sampai dengan 13% ibu pengidan eklampsia
mengalami hipertensi kronis atau hipertensi esensial yang mendasari terjadinya
eklampsia.
C. GAMBARAN KLINIS EKLAMPSIA
Eklampsia
selalu didahului oleh preeclampsia. Kejang-kejang di,ulai dengan kejang tonik.
Tanda-tanda kejang tonik ialah dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya
sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh
yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah
pendarita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan
menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse.
Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini
berlangsung 15-30 detik.
Kejang
tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat
disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul
dengan kontraksi intermiten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh.
Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita
terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi
otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari ulut keluar liur
berbusa yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak
membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik
perdarahan.
Pada
waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernafasan tertahan, kejang
klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang
melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak serta penderita jatuh
kedalam koma.
Pada
waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu
badan meningkat, yang mungkin oleh karena ganggual serebral. Penderita
mengalami inkontinensia disertai dengan oligouria atau anuria dan kadang-kadang
terjadi aspirasi bahan muntah.
Koma yang
terjadi setelah kejang ,berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera
diberi obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang
berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat
mencapai 50 kali permenit akibat hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus
bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma,
umumnya mengalami diorientasi dan sedikit gelisah. Untuk menilai derajat
hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa cara. Dirumah sakit Dr.soetomo
telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai derajat kedalaman koma tersebut
yaitu Glasgow coma scale.
D. INSIDEN DAN RISIKO DALAM KEHAMILAN
Risiko
dalam kehamilan merupakan risiko tinggi.
Eklampsia
5:10.000
Preeclampsia
berat 5:1000 kehmilan.
E. FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
1.
Primigravida
2.
kehamilan ganda
4.
hipertensi
essensial kronik
5.
mola hidatidosa
6.
hidrops fetalis
7.
bayi besar
8.
obesitas
9.
riwayat pernah
menderita preeklampsia atau eklamsia
10.
riwayat
keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering dijumpai
pada penderita preeklampsia dan eklampsia.
F. KOMPLIKASI
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan
kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah
persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan
kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari
sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah
persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi
karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke
dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu
dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat
hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.
Pada kira –
kira 10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi
tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini
adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada
lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik
dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira-
kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan
koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang
luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat
herniasi uncus trans tentorial.
Pada kasus
yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah
menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2
minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak
terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis
dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam
mengatasi masalah ini.
Sindrom
hellp dapat muncul sebagai gangguan yang berat dan mendadak dimasa antepartum
atau pascapartum. Pemulihan memerlukan waktu sampai dengan dua minggu dan
terdapat laporan tentang hiperkoagulabilitas setelah terjadinya kasus help.
Dengan demikian menyadari kemungkinan terjadinya penyakit tromboembolik yang
dapat berakibat fatal.
Komplikasi lebih lanjut pada kasus
berat dapat menyebabkan perdarahan dibawah kapsula hati yang dapat menyebabkan
terjadinya rupture kapsula, hemoperitoneum, dan tidak jarang menyebabkan
kematian.
G. PROGNOSIS
Eklampsia selalu menjadi masalah
yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam
kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika
Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40
tahun terakhir, dengan persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira –
kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia,
jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia
dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam
jiwa ibu hamil.
H. PENANGANAN DAN ASUHAN KEBIDANAN PADA EKLAMPSIA
Penanganan
Umum
Segera rawat penderita dan lakukan pemeriksaan klinis terhadap keadaan
umum, sambil mencari tahu riwayat kesehatan sekarang dan terdahulu pasien atau
keluarganya. Jika pasien tidak bernafas, bebaskan jalan nafas, berikan O2
dengan sungkup dan lakukan intubasi jika perlu. Jika pasien kehilangan
kesadaran/koma, bebaskan jalan nafas, baringkan pada satu sisi, ukur suhu dan
periksa apakah ada kaku kuduk.
1. Masalah Kehamilan Dan Persalinan
1)
Pengontrolan tekanan darah
2)
Penatalaksanaan cairan
3)
Pencegagahan kejang
® Penatalaksanaan
Dan Asuhan Medis
·
Hipertensi mungkin dapat diatasi saat klien baru
datang dengan menggunakan agens oral (labetalol atau nifedipin); penggunaan
nifedifin.
·
Pemberian parenteral labetalol atau hidralazin lazim
dilakukan diunit yang ada diseluruh inggris. Biasanya diberika pertamakali
dalam bentuk bolus dan kemudian dalam bentuk infus meskipun protokolnya pasti
beragam. Laporan tertentu CEMACH menjelaskan bahwa pengontrolan hipertensi yang
tidak adekuat bertanggung jawab atas sebagian besar kematian dalam kehamilan.
Tekanan darah >170/110 mmHg memerlukan intervensi segera.
·
Tidak jarang unit tersebut memberikan bolus cairan
(biasanya 250 ml larutan koloid) pada ibu yang mengalami preeklampsia berat
sebelum mereka diterapi untuk mengurangi insidens abnormalitas CTG.
Abnormalitas CTG dapat terlihat ketika agens antihipertensi menurunkan tekanan
darah.
·
Pembatasan cairan disarankan untuk mengurangi risiko
kelebihan beban cairan di masa intrapartum atau pascapartum.
·
Regimen yang bisa diberikan adalah 1 ml/kg/jam atau
80-85ml/jam
·
Regimen tersebut memperlihatkan penurunan yang
signifikan pada edema paru dan kematian akibat komplikas dari preeklampsia;
pembatasan ciran biasanya terus diterapkan sampai terdapat bukti terjadinya
dieresis pascapartum
·
Situasi ini diperumit jika terjadi perdarahan sehingga
penggantian cairan lebih baik dikontrol melalui pemantauan tekanan vena
sentral.
® Penatalaksanaan
Dan Asuhan Kebidanan
·
Observasi sering, pemantauan HDU/ITU dan dokumentasi,
serta tinjauan pemeriksaan darah setiap enam jam
·
Penatalaksanaan keseimbangan cairan dan pompa cairan
per IV
·
Pemberian obat per IV dalam bentuk bolus dan infuse
2. Masalah persalinan
Asuhan kebidanan umum, observasi,
dan dukungan harus diingat sebagai hal yang penting.
® Penatalaksanaan
Dan Asuhan Medis
·
Tekanan
darah: terapi IV mungkin saja dibutuhkan
·
Keseimbangan
cairan: keseimbangan cairan ketat yang diterapkan seringkali membutuhkan
pemantauan tekanan vena sentral secara invasive
·
Profilaksis
eklampsia: mangnesium sulfat mungkin digunakan dalam peripartum
® Penatalaksanaan
Asuhan Kebidanan
·
Lanjutkan dengan asuhan dependensi yang tinggi dalam
persalinan seperti diatas
·
Persiapkan untuk kemungkinan kelahiran prematur dan
atau bayi yang kondisi kurang baik
·
Asuhan pra dan pascaoperasi-bergantung pada cara
pelahiran
3. Masalah pascapartum
Dapat
terjadi eklampsia pasca partum
® Penatalaksanaan
Asuhan Medis
·
obat tekanan darah dilanjutkan sampai hipertensi
teratasi
·
direkomendasikan untuk melakukan tinjauan postnataldan
perencanaan prakonsepsi
® Penatalaksanaan
Dan Asuhan Kebidanan
·
Dokumentasi hipertensi dan proteinuria yang telah sembuh
sangat penting untuk menyingkirkan dugaan hipertensi kronis dan penyakit ginjal
·
Pertahankan observasi sampai kondisi stabil. Biasanya
ibu tetap berada diruang rawat inap sampai empat hari dan bayi mungkin
ditempatkan diunit neonatal sehingga ibu memerlukan bantuan suportif. Ibu
dimotivasi untuk menyusui
I. PENGOBATAN PADA EKLAMPSIA
1. Pengobatan medikamentosa
Tujuan utama pengubatan
medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan
mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu
seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara
yang tepat.
1)
Obat anti kejang
Antikejang
yang menjadi pilihan utama ialah mangnesium sulfat. Bila dengan jenis obat ini
kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya thiopental.
Diazepam dapat dipakai sebagai alternative pilihan, namun mengingat dosis yang
diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang
telah berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan
memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-obat antihipertensi
hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi.
2)
Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian
magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat pada
preeklampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan
fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki
asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah
dekompensasi kordis.
Magnesium
sulfat harus dipertimbangkan untuk ibu dengan preeklampsia berat karena dapat
mengurangi risiko kejang eklamatik sekitar 58%. Jika berat, maka 63 ibu akan
diterapi untuk mencegah satu serangan eklampsia, sedangkan jika ringan dan
kemudian diterapi maka 109 ibu akan diterapi untuk mencegah satu serangan.
Apabila rencana penatalaksanaan konservatif direkomendasikan, pemberian
magnesium sulfat dapat ditunda sampai pelahiran direncanakan; harus dilanjutkan
untuk 24 jam setelah pelahiran pelahiran atau 24 jam setelah kejang. Magnesium
sulfat adalah terapi baris pertama: 4 gr dengan infus IV lambat (dalam 5-10
menit) dan dilanjutkan dengan infus 1 g/jam selama 24 jam. Apabila kejang
berulang berikan, berikan bolus sebanyak 2 gr atau tigkatkan laju infuse
menjadi 1,5-2 gr/jam. Toksisitas magnesium dapat dideteksi dengan hilangnya
refleks tendon profunda. Apabila haluaran urin berkurang sampai kurang dari 20
ml/jam, terapi magnesium serum perlu diukur untuk memantau toksisitas.
Pada
penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing
care sangat penting, misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita dalam
suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infuse penderita, dan
monitoring produksi urine.
2. Pengobatan obstetric
Sikap terhadap kehamilahn ialah
semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan
dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi
(pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pasca persalinan,
bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagimana lazimnya.
Prognosis:
Bila penderita tidak terlambat dalam
pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah
kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Dieresis terjadi 12 jam kemudian
setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal
ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam
beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi
kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah mempunyai
hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong
buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.
J. PERAWATAN EKLAMPSIA
Perawatan eklampsia yang utama ialah
terapi suportif untuk stabilasi fungsi vital, yang harus selalu diingat airway, breathing, circulation (ABC),
mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah
trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya
pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yan tepat dan dengan
cara yang tepat.
1. Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami
kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah penderita mengalami trauma
akibat kejang-kejang tersebut.
Dirawat dikamar isolasi cukup
terang, tidak dikamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera dapat diketahui.
Penderita dibaringkan ditempat tidur yang lebar,dengan rail tempat tidurharus dipasang dan dikunci dengan kuat.
Selanjutnya masukkan sudap lidah kedalam mulut penderita dan jangan mencoba
sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan
dan daerah orofaring dihisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas
penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras
disekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna
menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.
2. Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma
tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri terhadap suhu yang ekstrem,
posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena hilangnya efek muntah.
Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya jalan nafas
atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh koma harus dianggap bahwa jalan
nafas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.
Oleh karena itu, tindakan
pertama-tama pada penderita yang jatuh koma (tidak sadar), ialah menjaga dan
mengusahakan jalan nafas atas tetap terbuka. Untuk menghindari terbuntunya
jalan nafas atas oleh pangkal lidah dan epiglottis dilakukan tindakan sebagai
berikut. Cara sederhana cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan nafas
atas, ialah dengan maneuver head
tilt-neck-lift, yaitu kepala direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi
kebelakan atau head tilt-chainlift, yaitu
dengan kepala direndahkan dan dagu ditari keatas, tau jaw-trust, yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan keatas sambil
mengangkat kepala kebelakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan
pemasangan oropharyngealairway.
Hal penting kedua yang perlu
diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilanga refleks muntah sehingga kemungkinan
terjadinya aspirasi bahan lambung sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu
dianggap sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda yang ada dalam
rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lender maupun sisa maupun sisa
makanan, harus segera diisap secara intermiten. Penderita ditidurkan dalam
posisi stabil untuk drainase lendir.
Monitoring kesadaran dan dalamnya
koma memakai Glasgow coma scale. Pada
perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; dapat diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT).
3. Perawatan edema paru
Bila terjadi edema paru sebaiknya
penderita dirawat di ICU karena membutuhkan perawatan animasi dengan
respirator.
K. PENANGANAN KASUS EKLAMPSI DIKOMUNITAS
Mengingat
terbatasnya fasilitas yang tersedia di BPS maupun dipuskesmas, secara prinsip
pasien dengan PEB dan eklampsia harus sirujuk ke tempat pelayanan kesehatan
dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yangperlu dilakukan dalam
merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagaiberikut :
1.
Pada pasien PEB/eklampsia sebelum berangkat, pasang
infuse RD5, berikan SM 20% 4 IV pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang
ulangan berikan injeksi diazepam 10 mg IV secara pelan-pelan selama 2 menit,
bila timbul kejang ulangan, ulangi dosis yang sama.
2.
Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan
setelah initialdose diatas dengan cara: injeksi SM 40% masing-masng 5 g IM.
3.
Pasang oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4.
Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan
obat-oat yang sudah diberikan.
5.
Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
6.
Menyiapkan obat-obatan: injeksi SM 20%, injeksi
diazepam, cairan infuse, dan tabung oksigen.
7.
Antacid untuk menetralisirkan asam lambung sehingga
bila mendadak kejang dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat
asam.
L. SISTEM RUJUKAN
Sistem
rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan
koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama
ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan
ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal
di wilayah mereka berada (Depkes RI, 2006).
Menurut SK Menteri Kesehatan RI No
32 Tahun 1972 sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelipahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu
kasus masalah kesehatan secara vertikal, dala arti unit yang berkemampuan
kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar
unit-ubit yang setingkat kemampuannya.
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika :
®
Terdapat oliguria (<400ml/24 jam).
®
Terdapat sindrom HELLP.
®
Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang.
1. Jenjang
tingkat tempat rujukan
RUMAH SAKIT TIPE A
RUMAH SAKIT TIPEC/D
RUMAH SAKIT TIPE INAP
PUSKESMAS/BP/RB/BKIASWASTA
PUSKESMAS PEMBANTU/BIDAN
POSYANDU/ KADER/DUKUN BAYI
2. Jalur
Rujukan
1) Dari kader,
dapat langsung merujuk ke :
a. puskesmas
pembantu
c. puskesmas/
puskesmas rawat inap
d. rumah sakit
pemerintah/ swasta
2) Dari
posyandu, dapat langsung merujuk ke :
a. puskesmas
pembantu
c. puskesmas/
puskesmas rawat inap
d. rumah sakit
pemerintah/ swasta
3) Dari
puskesmas pembantu
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
4) Dari pondok
bersalin
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D. atau rumah sakit swasta
3. Mekanisme
rujukan
1) Menentukan
kegawadaruratan penderita
a. Pada tingkat
kader atau dukun bayi terlatih
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau
kader/ dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat
kegawatdaruratan.
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus
dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh
ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
c.
Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau keluarga bayi
yang bersangkutan dengan cara petugas kesehatan menjelaskan kondisi atau
masalah bayi yang akan dirujuk dengan cara yang baik.
d.
Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju:
1.
Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
2.
Meminta petunjuk apa yan perlu dilakukan dalam rangka
persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
3.
Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong
penderita bila penderita tidak mungkin dikirim.
e.
Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
Persiapan yang harus diperhatikan
dalam melakukan rujukan disingkat “BAKSOKUDA” yang diartikan sebagi berikut :
®
B (Bidan) : Pastikan
ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan memiliki
kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
®
A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang
diperlukan seperti spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop
®
K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi
terakhir ibu (klien) dan alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga
yang lain harus menerima ibu (klien) ke tempat rujukan.
®
S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi
identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau
obat-obat yang telah diterima ibu
®
O (Obat) : Bawa obat-obat esensial yang diperlukan
selama perjalanan merujuk
®
K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik
untuk memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai
tempat rujukan dalam waktu cepat.
®
U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam
jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di
tempar rujukan
®
DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu
membutuhkan transfusi darah apabila terjadi perdarahan
f.
Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/ sarana
transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita
g.
Tindak lanjut penderita
®
Untuk penderita yang telah dikemalikan
® Harus
kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak
melapor.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Eklampsia
merupakan kelanjutan dari preeklamsia ringan dan berat serta dapat terjadi
antepartum, intrapartum dan pascapartum sekitar 24 jam pertama. Eklampsia
selalu ditandai oleh stadia “impending
eklampsia” (manuaba, 2001:421)
Eklampsia
merupakan
kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh
dan koma. (sarwono,edisi keempat, 2010:550)
Penanganan kasus
eklampsia dikomunitas:
1.
Pada pasien PEB/eklampsia sebelum berangkat, pasang
infuse RD5, berikan SM 20% 4 IV pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang
ulangan berikan injeksi diazepam 10 mg IV secara pelan-pelan selama 2 menit,
bila timbul kejang ulangan, ulangi dosis yang sama.
2.
Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan
setelah initialdose diatas dengan cara: injeksi SM 40% masing-masng 5 g IM.
3.
Pasang oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4.
Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan
obat-oat yang sudah diberikan.
5.
Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
6.
Menyiapkan obat-obatan: injeksi SM 20%, injeksi
diazepam, cairan infuse, dan tabung oksigen.
7.
Antacid untuk menetralisirkan asam lambung sehingga
bila mendadak kejang dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat
asam.
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat “BAKSOKUDA”
B. SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna, oleh
karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penulisan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
S.Elizabeth
Robson And Jason Waugh.(2013).Patologi
Pada Kehamilan: Manajemen Dan Asuhan Kebidanan.Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Prawirohardjo,
Sarwono.(2010).Ilmu Kebidanan (Edisi
Keempat).Jakarta : P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Syafarudin,
Hamidah.(2012).Kebidanan Komunitas.Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/06/pelayanan-kontrasepsi-dan-rujukannya.html
(tanggal akses: 08 Maret 2015