Selasa, 31 Maret 2015

Penanganan Kegawat Daruratan Pada Kasus Eklampsia Dan Rujukannya



BAB I

PENDAHULUAN


A.  LATAR BELAKANG

Angka kejadian eklampsia bervariasi di berbagai negara. Makin maju suatu negara, tambah tinggi kesaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal care, tambah rendah angka kejadian eklamsinya.
-        Frekuensi di negara-negara maju                    : 0,05 – 0,1%
-        Frekuensi di negara-negara berkembang         :0,3 – 0,7%
-        Malaysia (1953-1965) – kasus di rumah sakit:
·           Frekuensi di rumah sakit        1:320
·           Frekuensi seluruhnya             1:700
Di Indonesia preeklampsia - eklamsia masih merupakan penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Karena itu, diagnosisi dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak.
Preeklampsia - Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil, yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema, akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu. Eklamsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklamsia, yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis.
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.
Sesuai dengan data diatas, untuk itu kami dari kelompok II tingkat II C dalam makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang Eklampsia, penanganan eklampsia, dan rujukannya baik secara umum, medis, dan didalam kebidanan komunitas.

B.  RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang tersebut diatas maka perumusan masalah  pada makalah ini diantaranya :
1.    Apa itu eklampsia ?
2.    Bagaimana penanganan eklampsia (umum, medis, komunitas) ?
3.    Bagaimana sistem rujukan dari eklampsia ?

C.  MANFAAT

Manfaat  yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk memberikan gambaran eklampsia.
2.    Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam pemahaman tentang eklampsia.



BAB II

PEMBAHASAN


A.  PENGERTIAN EKLAMPSIA

Eklampsia adalah gangguan yang ditandai dengan terjadinya kejang sebanyak satu kali atau lebih saat preeklamsi. Telah dilaporkan bahwa angka fatalitas kasusnya adalah 1,8% dan sampai dengan 35 % ibu mengalami komplikasi mayor. (buku patologi pada kehamilan : manajemen dan asuhan kebidanan, 2013:36)
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia ringan dan berat serta dapat terjadi antepartum, intrapartum dan pascapartum sekitar 24 jam pertama. Eklampsia selalu ditandai oleh stadia “impending eklampsia” (manuaba, 2001:421)
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. (sarwono,edisi keempat, 2010:550)
Disamping eklamsia, preeklampsi berat harus di dipertimbangkan secara tepat. Preeklamsia berat. Preeklamsia berat lebih sulit didefinisikan, tetapi tekanan darah sistolik > 170 mmHg atau tekanan diastolik >110 mmHg dengan proteinuria >1 g/l adalah definisi yang dapat diterima.

B.  MANIFESTASI KLINIK

Pada penderita preeklampsia, yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau tanda-tanda yang has, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang. Tanda dan gejalanya sebagai berikut:
1.    Sakit kepala hebat
2.    Gangguan penglihatan
3.    Nyeri epigastrik
4.    Muntah
5.    Nyeri tekan dihati
6.    Klonus/hiperrefleksia
7.    Trombosit rendah
8.    Papiloedema
9.    Fungsi hati abnormal (ALT [alanine transminase] atau AST [aspartate transaminase] > 70 IU/l)
Preeklampsia berat dan eklampsia dapat terjadi dalam periode kehamilan atau pascapartum. Sampai dengan 44% kasus eklampsia telah dijelaskan terjadi di masa postnatal (sampai dengan empat minggu). Sampai dengan 13% ibu pengidan eklampsia mengalami hipertensi kronis atau hipertensi esensial yang mendasari terjadinya eklampsia.

C.  GAMBARAN KLINIS EKLAMPSIA

Eklampsia selalu didahului oleh preeclampsia. Kejang-kejang di,ulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah pendarita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari ulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak serta penderita jatuh kedalam koma.
Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat, yang mungkin oleh karena ganggual serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan oligouria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang ,berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera diberi obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami diorientasi dan sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa cara. Dirumah sakit Dr.soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai derajat kedalaman koma tersebut yaitu Glasgow coma scale.

D.  INSIDEN DAN RISIKO DALAM KEHAMILAN

Risiko dalam kehamilan merupakan risiko tinggi.
Eklampsia 5:10.000
Preeclampsia berat 5:1000 kehmilan.

E.  FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

1.    Primigravida
2.    kehamilan ganda
4.    hipertensi essensial kronik
5.    mola hidatidosa
6.    hidrops fetalis
7.    bayi besar
8.    obesitas
9.    riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia
10.     riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.

F.   KOMPLIKASI

Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia    aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.
Pada kira – kira 10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial.
Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.
Sindrom hellp dapat muncul sebagai gangguan yang berat dan mendadak dimasa antepartum atau pascapartum. Pemulihan memerlukan waktu sampai dengan dua minggu dan terdapat laporan tentang hiperkoagulabilitas setelah terjadinya kasus help. Dengan demikian menyadari kemungkinan terjadinya penyakit tromboembolik yang dapat berakibat fatal.
Komplikasi lebih lanjut pada kasus berat dapat menyebabkan perdarahan dibawah kapsula hati yang dapat menyebabkan terjadinya rupture kapsula, hemoperitoneum, dan tidak jarang menyebabkan kematian.

G. PROGNOSIS

Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.

H. PENANGANAN DAN ASUHAN KEBIDANAN PADA EKLAMPSIA

Penanganan Umum
Segera rawat penderita dan lakukan pemeriksaan klinis terhadap keadaan umum, sambil mencari tahu riwayat kesehatan sekarang dan terdahulu pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak bernafas, bebaskan jalan nafas, berikan O2 dengan sungkup dan lakukan intubasi jika perlu. Jika pasien kehilangan kesadaran/koma, bebaskan jalan nafas, baringkan pada satu sisi, ukur suhu dan periksa apakah ada kaku kuduk.
1.    Masalah Kehamilan Dan Persalinan
1)    Pengontrolan tekanan darah
2)    Penatalaksanaan cairan
3)    Pencegagahan kejang
®  Penatalaksanaan Dan Asuhan Medis
·      Hipertensi mungkin dapat diatasi saat klien baru datang dengan menggunakan agens oral (labetalol atau nifedipin); penggunaan nifedifin.
·      Pemberian parenteral labetalol atau hidralazin lazim dilakukan diunit yang ada diseluruh inggris. Biasanya diberika pertamakali dalam bentuk bolus dan kemudian dalam bentuk infus meskipun protokolnya pasti beragam. Laporan tertentu CEMACH menjelaskan bahwa pengontrolan hipertensi yang tidak adekuat bertanggung jawab atas sebagian besar kematian dalam kehamilan. Tekanan darah >170/110 mmHg memerlukan intervensi segera.
·      Tidak jarang unit tersebut memberikan bolus cairan (biasanya 250 ml larutan koloid) pada ibu yang mengalami preeklampsia berat sebelum mereka diterapi untuk mengurangi insidens abnormalitas CTG. Abnormalitas CTG dapat terlihat ketika agens antihipertensi menurunkan tekanan darah.
·      Pembatasan cairan disarankan untuk mengurangi risiko kelebihan beban cairan di masa intrapartum atau pascapartum.
·      Regimen yang bisa diberikan adalah 1 ml/kg/jam atau 80-85ml/jam
·      Regimen tersebut memperlihatkan penurunan yang signifikan pada edema paru dan kematian akibat komplikas dari preeklampsia; pembatasan ciran biasanya terus diterapkan sampai terdapat bukti terjadinya dieresis pascapartum
·      Situasi ini diperumit jika terjadi perdarahan sehingga penggantian cairan lebih baik dikontrol melalui pemantauan tekanan vena sentral.
®  Penatalaksanaan Dan Asuhan Kebidanan
·      Observasi sering, pemantauan HDU/ITU dan dokumentasi, serta tinjauan pemeriksaan darah setiap enam jam
·      Penatalaksanaan keseimbangan cairan dan pompa cairan per IV
·      Pemberian obat per IV dalam bentuk bolus dan infuse
2.    Masalah persalinan
Asuhan kebidanan umum, observasi, dan dukungan harus diingat sebagai hal yang penting.
®  Penatalaksanaan Dan Asuhan Medis
·      Tekanan darah: terapi IV mungkin saja dibutuhkan
·      Keseimbangan cairan: keseimbangan cairan ketat yang diterapkan seringkali membutuhkan pemantauan tekanan vena sentral secara invasive
·      Profilaksis eklampsia: mangnesium sulfat mungkin digunakan dalam peripartum
®  Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan
·      Lanjutkan dengan asuhan dependensi yang tinggi dalam persalinan seperti diatas
·      Persiapkan untuk kemungkinan kelahiran prematur dan atau bayi yang kondisi kurang baik
·      Asuhan pra dan pascaoperasi-bergantung pada cara pelahiran
3.      Masalah pascapartum
Dapat terjadi eklampsia pasca partum
®  Penatalaksanaan Asuhan Medis
·      obat tekanan darah dilanjutkan sampai hipertensi teratasi
·      direkomendasikan untuk melakukan tinjauan postnataldan perencanaan prakonsepsi
®  Penatalaksanaan Dan Asuhan Kebidanan
·      Dokumentasi hipertensi dan proteinuria yang telah sembuh sangat penting untuk menyingkirkan dugaan hipertensi kronis dan penyakit ginjal
·      Pertahankan observasi sampai kondisi stabil. Biasanya ibu tetap berada diruang rawat inap sampai empat hari dan bayi mungkin ditempatkan diunit neonatal sehingga ibu memerlukan bantuan suportif. Ibu dimotivasi untuk menyusui

I.    PENGOBATAN PADA EKLAMPSIA

1.    Pengobatan medikamentosa
Tujuan utama pengubatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat.
1)   Obat anti kejang
Antikejang yang menjadi pilihan utama ialah mangnesium sulfat. Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya thiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternative pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-obat antihipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi.
2)   Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis.
Magnesium sulfat harus dipertimbangkan untuk ibu dengan preeklampsia berat karena dapat mengurangi risiko kejang eklamatik sekitar 58%. Jika berat, maka 63 ibu akan diterapi untuk mencegah satu serangan eklampsia, sedangkan jika ringan dan kemudian diterapi maka 109 ibu akan diterapi untuk mencegah satu serangan. Apabila rencana penatalaksanaan konservatif direkomendasikan, pemberian magnesium sulfat dapat ditunda sampai pelahiran direncanakan; harus dilanjutkan untuk 24 jam setelah pelahiran pelahiran atau 24 jam setelah kejang. Magnesium sulfat adalah terapi baris pertama: 4 gr dengan infus IV lambat (dalam 5-10 menit) dan dilanjutkan dengan infus 1 g/jam selama 24 jam. Apabila kejang berulang berikan, berikan bolus sebanyak 2 gr atau tigkatkan laju infuse menjadi 1,5-2 gr/jam. Toksisitas magnesium dapat dideteksi dengan hilangnya refleks tendon profunda. Apabila haluaran urin berkurang sampai kurang dari 20 ml/jam, terapi magnesium serum perlu diukur untuk memantau toksisitas.
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting, misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infuse penderita, dan monitoring produksi urine.
2.      Pengobatan obstetric
Sikap terhadap kehamilahn ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagimana lazimnya.
Prognosis:
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Dieresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.

J.   PERAWATAN EKLAMPSIA

Perawatan eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilasi fungsi vital, yang harus selalu diingat airway, breathing, circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yan tepat dan dengan cara yang tepat.

1.    Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.
Dirawat dikamar isolasi cukup terang, tidak dikamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan ditempat tidur yang lebar,dengan rail tempat tidurharus dipasang dan dikunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah kedalam mulut penderita dan jangan mencoba sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring dihisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras disekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.
2.    Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri terhadap suhu yang ekstrem, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena hilangnya efek muntah. Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya jalan nafas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh koma harus dianggap bahwa jalan nafas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.
Oleh karena itu, tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma (tidak sadar), ialah menjaga dan mengusahakan jalan nafas atas tetap terbuka. Untuk menghindari terbuntunya jalan nafas atas oleh pangkal lidah dan epiglottis dilakukan tindakan sebagai berikut. Cara sederhana cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan nafas atas, ialah dengan maneuver head tilt-neck-lift, yaitu kepala direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi kebelakan atau head tilt-chainlift, yaitu dengan kepala direndahkan dan dagu ditari keatas, tau jaw-trust, yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan keatas sambil mengangkat kepala kebelakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngealairway.
Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilanga refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan lambung sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lender maupun sisa maupun sisa makanan, harus segera diisap secara intermiten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainase lendir.
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow coma scale. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; dapat diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT).
3.    Perawatan edema paru
Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena membutuhkan perawatan animasi dengan respirator.

K. PENANGANAN KASUS EKLAMPSI DIKOMUNITAS

Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di BPS maupun dipuskesmas, secara prinsip pasien dengan PEB dan eklampsia harus sirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yangperlu dilakukan dalam merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagaiberikut :
1.    Pada pasien PEB/eklampsia sebelum berangkat, pasang infuse RD5, berikan SM 20% 4 IV pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan berikan injeksi diazepam 10 mg IV secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang ulangan, ulangi dosis yang sama.
2.    Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initialdose diatas dengan cara: injeksi SM 40% masing-masng 5 g IM.
3.    Pasang oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4.    Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-oat yang sudah diberikan.
5.    Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
6.    Menyiapkan obat-obatan: injeksi SM 20%, injeksi diazepam, cairan infuse, dan tabung oksigen.
7.    Antacid untuk menetralisirkan asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.

L.  SISTEM RUJUKAN

Sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes RI, 2006).
Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 32 Tahun 1972 sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelipahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus masalah kesehatan secara vertikal, dala arti unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-ubit yang setingkat kemampuannya.
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika :
®    Terdapat oliguria (<400ml/24 jam).
®    Terdapat sindrom HELLP.
®    Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang.
1.    Jenjang tingkat tempat rujukan

RUMAH SAKIT TIPE A


RUMAH SAKIT TIPEC/D


RUMAH SAKIT TIPE INAP


PUSKESMAS/BP/RB/BKIASWASTA


PUSKESMAS PEMBANTU/BIDAN
POSYANDU/ KADER/DUKUN BAYI
2.    Jalur Rujukan
1)   Dari kader, dapat langsung merujuk ke :
a.    puskesmas pembantu
b.    pondok bersalin/ bidan desa
c.    puskesmas/ puskesmas rawat inap
d.   rumah sakit pemerintah/ swasta
2)   Dari posyandu, dapat langsung merujuk ke :
a.    puskesmas pembantu
b.    pondok bersalin/ bidan desa
c.    puskesmas/ puskesmas rawat inap
d.   rumah sakit pemerintah/ swasta
3)   Dari puskesmas pembantu
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
4)   Dari pondok bersalin
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D. atau rumah sakit swasta
3.    Mekanisme rujukan
1)   Menentukan kegawadaruratan penderita
a.    Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/ dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b.      Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
c.       Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau keluarga bayi yang bersangkutan dengan cara petugas kesehatan menjelaskan kondisi atau masalah bayi yang akan dirujuk dengan cara yang baik.
d.      Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju:
1.    Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
2.    Meminta petunjuk apa yan perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
3.    Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim.

e.       Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat “BAKSOKUDA” yang diartikan sebagi berikut :
®    B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
®    A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop
®    K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima ibu (klien) ke tempat rujukan.
®    S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat yang telah diterima ibu
®    O (Obat) : Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama perjalanan merujuk
®    K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
®    U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempar rujukan
®    DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah apabila terjadi perdarahan
f.       Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/ sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita
g.      Tindak lanjut penderita
®    Untuk penderita yang telah dikemalikan
®    Harus kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor.



BAB III

PENUTUP


A.  KESIMPULAN

Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia ringan dan berat serta dapat terjadi antepartum, intrapartum dan pascapartum sekitar 24 jam pertama. Eklampsia selalu ditandai oleh stadia “impending eklampsia” (manuaba, 2001:421)
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. (sarwono,edisi keempat, 2010:550)
            Penanganan kasus eklampsia dikomunitas:
1.    Pada pasien PEB/eklampsia sebelum berangkat, pasang infuse RD5, berikan SM 20% 4 IV pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan berikan injeksi diazepam 10 mg IV secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang ulangan, ulangi dosis yang sama.
2.    Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initialdose diatas dengan cara: injeksi SM 40% masing-masng 5 g IM.
3.    Pasang oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4.    Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-oat yang sudah diberikan.
5.    Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
6.    Menyiapkan obat-obatan: injeksi SM 20%, injeksi diazepam, cairan infuse, dan tabung oksigen.
7.    Antacid untuk menetralisirkan asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat “BAKSOKUDA”

B.  SARAN

Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA


S.Elizabeth Robson And Jason Waugh.(2013).Patologi Pada Kehamilan: Manajemen Dan Asuhan Kebidanan.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Prawirohardjo, Sarwono.(2010).Ilmu Kebidanan (Edisi Keempat).Jakarta : P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Syafarudin, Hamidah.(2012).Kebidanan Komunitas.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC